Gpd8TfAlBUYoTfM6TUAlTUAlTA==

Laga Sasak Layangkan Surat Terbuka Untuk Gubenur NTB



" Gasing Warisan Sasak yang Terpinggirkan di Tanah Sendiri," 


LOMBOK TIMUR-FORNAS VIII 2025 diselenggarakan di tanah ini, di Nusa Tenggara Barat, yang katanya “Mendunia”. Tapi sungguh aneh, di tengah gegap gempita slogan itu, justru warisan dunia yang paling otentik dari tanah Sasak dilupakan: gasing, permainan tradisional yang sudah ada jauh sebelum bangsa ini merdeka.

Gasing bukan sekadar permainan. Ia adalah identitas. Ia adalah jejak budaya bangsa Sasak yang tak bisa dicabut dari sejarah. Tapi di tanah tempat budaya itu lahir, gasing dipinggirkan—tidak diberi tempat yang layak, tidak dihormati sebagaimana mestinya. Dalam FORNAS VIII yang digadang-gadang membanggakan olahraga masyarakat, gasing nyaris tidak terdengar gaungnya. Apakah pemerintah provinsi benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak peduli?

Sementara daerah lain berlomba mengusung budaya lokal mereka ke panggung nasional, NTB justru sibuk mengejar citra internasional tanpa pondasi jati diri. Padahal, tidak ada satu pun budaya dunia yang lahir tanpa akar lokal yang kuat. NTB ingin mendunia, tapi melupakan akar yang menjadikannya layak diperhitungkan di dunia.

Lebih menyakitkan lagi, kelalaian ini terjadi di bawah kepemimpinan seorang putra Sasak Sejati. Seorang Gubernur yang tumbuh dari tanah yang sama, yang seharusnya paling paham makna dan nilai budaya lokal. Tapi hari ini, justru budaya itu terabaikan di tangan anak kandungnya sendiri.

Apakah kursi kekuasaan membuat tuli dan buta terhadap jeritan budaya sendiri? Apakah kehadiran gasing dianggap terlalu “kampung” untuk dipamerkan di ajang resmi? Atau memang sudah tidak ada kepedulian terhadap simbol-simbol kebesaran Sasak yang tak bernilai di mata penguasa?

Jangan bicara tentang pelestarian budaya kalau gasing saja tak punya ruang. Jangan bicara tentang kemajuan daerah kalau akar sejarah sendiri dicabut diam-diam. Dan jangan pernah mengklaim sebagai pemimpin rakyat kalau tak bisa menjaga warisan yang membesarkan rakyatnya.

Hari ini, gasing bukan hanya sedang dipinggirkan. Ia sedang dimatikan perlahan—oleh kebijakan yan]g abai, oleh birokrasi yang beku, oleh pemimpin yang tidak berpihak.

NTB tidak akan benar-benar mendunia kalau budaya lokalnya dibiarkan membusuk di halaman rumah sendiri. Dan seorang pemimpin tidak bisa disebut bijak jika hanya sibuk membangun citra tanpa membangun identitas.

Catat baik-baik: Gasing adalah warisan suku bangsa Sasak, bukan artefak mati yang menunggu dikubur. Ia hidup, berdenyut, dan menunggu pemimpinnya sendiri untuk membuka mata.

Ketua Laskar Gasing Sasak (Laga Sasak)
Lalu Guruh Aprianto

Komentar0

Type above and press Enter to search.