![]() |
Konprensi Perss ungkap kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi oleh Polda NTB. Foto: NTBPost/RK. |
Mataram, NTBPost.com - Polda NTB akhirnya mengungkap terkait kasus kematian seorang anggota Polri Brigadir Nurhadi yang ditemukan tewas di kolam sebuah villa pribadi di Gili Trawangan. Melalui konferensi pers resmi, Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat memaparkan kronologi kejadian, peran para tersangka, serta pasal-pasal pidana yang dikenakan.
Peran Tersangka dan Alasan Penahanan
Dalam keterangannya, Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat menyebut bahwa proses
penyidikan masih terus berlanjut, terutama untuk mendalami peran masing-masing
tersangka. Namun, berdasarkan bukti awal yang kuat, tiga orang telah ditetapkan
sebagai tersangka: Kompol IMYPU, Ipda HC, dan seorang perempuan berinisial M. yang penetapan tersangkanya dilakukan pada Selasa, 17 Juni 2025 lalu.
"Jadi bahwa perannya tersebut, terduga pelaku yang tersangka yang sudah kita lakukan tersangka itu memberikan sesuatu kepada almarhum. Yang dimana diduga sesuatu ini yang mengakibatkan almarhum tersebut mengalami kondisi yang bukan sewajarnya, ya, bukan sewajarnya." ungkapnya.
Kombes Pol Syarif Hidayat juaga mengatakan jika peran dari ke tiga terduga pelaku telah dipaparkan melalui pasal-pasal yang diterapkan.
“Pasal yang kami terapkan adalah Pasal 351 ayat (3) dan atau
Pasal 359. Kalau kita berbicara Pasal 359, maka peran masing-masing sudah
tergambar. Terduga pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka memberikan
sesuatu kepada almarhum yang diduga menyebabkan kondisi fisik yang tidak
sewajarnya,” jelas.
Penyidik menegaskan bahwa penetapan tersangka didasari hasil
eksumasi jenazah, analisis ahli pidana, dan pemeriksaan poligraf oleh
Laboratorium Forensik Bali. Sementara dua tersangka lainnya dianggap kooperatif
dan rutin melaporkan diri ke penyidik.
“Kami tidak mengejar pengakuan dari para pelaku. Kami
berangkat dari fakta lapangan dan hasil scientific crime investigation. Itulah
landasan kami melangkah ke proses hukum selanjutnya,” tegasnya.
Kronologi Kejadian Malam Tragedi
Kronologi yang diuraikan Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat, menggambarkan rangkaian kegiatan sejak rombongan datang ke villa, yang disebut sebagai acara “happy-happy dan pesta.”
Pada Pukul 20.00 – 21.00 WITA, yang diduga ruang waktu kematian korban,berdasarkan rekaman CCTV di pintu masuk villa, yang memperlihatkan tidak adanya aktivitas keluar masuk selama periode tersebut.
Di Dalam Villa
Hanya almarhum dan dua tersangka (Kompol YYPM dan IDGA) yang
berada di area kolam saat kejadian. CCTV di dalam area vila tidak tersedia.
Aktivitas Sebelum Kejadian
CCTV villa tekek hanya terdapat pada pintu masuk villa karena merupakan private villa, sedangkan di dalamnya itu terdapat kolam kecil dan tempat penginapan.
“Kami sudah cek CCTV di lokasi. Di antara pukul 20.00 sampai 21.00, tidak ada orang masuk atau keluar dari villa. Itu menunjukkan bahwa saat kejadian hanya ada korban dan dua tersangka,” kata Kombes Pol Syarif Hidayat.
Tersangka terlihat sempat menerima pengiriman makanan seperti kelapa dan pizza, serta tamu wanita masuk bersama salah satu tersangka.
Sebelum meninggal, korban diduga menerima sesuatu dari
tersangka. Zat tersebut bukan untuk dikonsumsi, namun akhirnya dikonsumsi oleh
korban. Selain itu, terdapat dugaan bahwa korban sempat merayu salah satu teman
wanita dari tersangka saat berendam di kolam, yang kemudian diduga memicu ketegangan.
“Sebelum kejadian, ada peristiwa di dalam kolam di mana
almarhum diduga merayu salah satu teman wanita dari terduga pelaku. Keterangan
ini dikuatkan oleh saksi di TKP,” ungkapnya.
Bukti Forensik dan Poligraf
Penyidik menggunakan pendekatan ilmiah dan menghindari
bergantung pada pengakuan tersangka. Eksumasi jenazah menunjukkan adanya
tanda-tanda kekerasan:
- Luka memar di kepala dan leher
- Patah tulang hyoid disertai resapan darah (indikasi
antémortem)
- Temuan forensik menunjukkan korban masih hidup saat berada
di air
Seluruh tersangka diperiksa menggunakan detektor kebohongan
oleh ahli poligraf dari Bali.
“Empat orang kami periksa menggunakan poligraf. Hasilnya
menunjukkan indikasi berbohong terhadap kejadian di villa Tekek dan Gili
Trawangan. Kami juga libatkan ahli pidana dari luar NTB agar objektif,”
jelasnya.
Pasal Pidana yang Diterapkan
Penyidik menjerat para tersangka dengan tiga pasal dalam
KUHP:
1. Pasal 351 ayat (3) KUHP
“Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka pelaku diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
2. Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain
mati, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya
satu tahun.”
3. Pasal 55 KUHP
“Mereka yang
melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan
itu, dipidana sebagai pelaku tindak pidana.”
Barang Bukti dan Perlindungan Saksi
Kombes Pol Syarif Hidayat menyampaikan bahwa seluruh barang bukti telah
diamankan, termasuk telepon genggam milik para tersangka. Terkait kekhawatiran
pengaruh terhadap saksi, penyidik menegaskan bahwa semua saksi telah memberikan
keterangan secara terbuka dan tanpa tekanan.
“Kalau ada ancaman terhadap saksi, laporkan ke kami. Sampai
saat ini semua saksi menyampaikan keterangan secara terbuka dan menyatakan
secara tertulis bahwa mereka tidak dalam tekanan. Kami sangat hati-hati karena
pelaku bukan masyarakat umum, tapi penyidik yang paham teknis perkara,” katanya.
Penyidik menegaskan bahwa proses hukum tidak dilakukan
secara terburu-buru. Penetapan tersangka dan pelimpahan berkas dilakukan
setelah menyakini kuat atas bukti dan hasil pemeriksaan para ahli.
“Kami melangkah
berdasarkan keyakinan yang dibentuk oleh fakta dan keilmiahan. Ini bukan soal
buru-buru, tapi soal tanggung jawab profesional. Kami yakinkan proses ini
kokoh, baru kami serahkan ke kejaksaan,” pungkas Dirkrimum Polda NTB.
Keterangan Dokter Ahli Forensik
Sementara itu ahli forensik dari Universitas Mataram (UNRAM), dr. Arfi Syamsun juga memaparkan hasil analisis Forensik dari Eksumasi Korban terhadap jasad Brigadir Nurhadi, yang menjadi dasar kuat dalam mengungkap mekanisme kematian almarhum secara ilmiah dan objektif.
“Otopsi telah kami lakukan menggunakan metode standar yang kami kuasai. Secara garis besar, ada tiga kelompok temuan yang signifikan—yakni luka luar, temuan dalam tubuh, dan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium,” ujar Dr. Arfi.
Luka-Luka Luar (Antemortem)
Dr. Arfi menyampaikan bahwa luka-luka pada tubuh korban adalah luka antemortem, yaitu luka yang terjadi saat korban masih hidup menjelang kematian.
Jenis luka yang ditemukan:
- Lecet abrasi (gerus)
- Memar akibat benturan benda tumpul
- Luka robek di beberapa area tubuh
Distribusi luka:
- Kepala (dahi dan belakang kepala)
- Tengkuk (bagian belakang leher)
- Punggung
- Kaki bagian kiri
“Ini menunjukkan bahwa korban mengalami kekerasan fisik dengan distribusi benturan yang merata di bagian tubuh vital. Luka-luka ini bukan hasil pembusukan atau kecelakaan biasa, tetapi akibat kontak langsung dengan benda tumpul menjelang kematian,” paparnya.
Luka Dalam: Trauma Kepala dan Leher
Dari autopsi bagian dalam, ditemukan resapan darah (hematoma) di dua area penting yaitu pada bagian
-Kepala bagian depan dan belakang
“Berdasarkan teori forensik, jika ditemukan resapan darah seperti ini, besar kemungkinan kepala korbanlah yang bergerak menghantam benda diam. Ini ciri khas cedera akibat benturan aktif.”terangnya.
Pada bagian Leher: Fraktur Os Hyoid (Tulang Lidah)
“Kami temukan adanya patah tulang pada os hyoid. Berdasarkan statistik forensik, lebih dari 80% kasus patah tulang hyoid disebabkan oleh pencekikan (strangulasi) atau tekanan kuat di area leher,” jelas Dr. Arfi.
Trauma pada tulang hyoid merupakan indikator klasik kekerasan leher dan menjadi kunci untuk membedakan antara kematian karena tenggelam biasa dan yang disebabkan oleh kekerasan.
Pemeriksaan Penunjang: Diatom dan Uji Laboratorium
Dr. Arfi menjelaskan bahwa pihaknya melakukan pemeriksaan mikroskopis lanjutan untuk mencari rangka diatom, sejenis ganggang mikroskopik yang biasa ditemukan dalam air, guna memastikan mekanisme kematian.
“Kami temukan rangka diatom yang identik dengan air kolam di lokasi kejadian, dan itu terdistribusi secara sistemik dalam tubuh korban: pada paru-paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang,” ungkapnya.
Kematian Karena Tenggelam Pasca Trauma Leher
“Bapak N masih hidup saat masuk ke dalam air. Berdasarkan distribusi diatom, penyebab utama kematiannya adalah tenggelam. Namun, pertanyaannya: mengapa korban sampai tidak sadar di air?” tanya Dr. Arfi.
Menurut analisis dokter ahli forensik, faktor dominan yang menyebabkan korban kehilangan kesadaran adalah trauma di area leher.
“Saya lebih condong bahwa patah tulang hyoid akibat pencekikan adalah faktor paling dominan yang membuat korban tidak sadar, kemudian masuk ke dalam air, dan akhirnya meninggal karena proses tenggelam,” tegasnya.
Pemeriksaan toksikologi juga menemukan adanya zat tertentu pada urine korban, namun Dr. Arfi menekankan bahwa temuan tersebut belum cukup kuat untuk dijadikan penyebab tunggal hilangnya kesadaran.
“Dari segi kronologi biologis, trauma leher dan tenggelam bukan dua hal yang berdiri sendiri. Keduanya merupakan proses berkelanjutan dan berkesinambungan. Kekerasan pada leher membuat korban pingsan, lalu ia tenggelam dalam kondisi tidak sadar. Itulah mekanisme biologis yang kami yakini,” tutupnya. (NTBPost/red.)
Komentar0