Gpd8TfAlBUYoTfM6TUAlTUAlTA==

Pembakaran Gedung DPRD NTB: Bencana Sosial, Bukan Karena Konflik Sosial

Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik



Pendahuluan


Belakangan, muncul perdebatan tentang bagaimana mengklasifikasikan peristiwa unjuk rasa yang berujung pada pembakaran Gedung DPRD NTB. Sebagian pihak tergesa-gesa menyebutnya sebagai konflik sosial. Namun, penggunaan istilah ini kurang tepat jika ditinjau dari regulasi yang berlaku. Sesuai kerangka hukum nasional, kejadian tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai bencana sosial akibat ulah manusia dalam aksi unjuk rasa, bukan konflik sosial antar-kelompok masyarakat.


Bencana Sosial dalam UU No. 24 Tahun 2007


Merujuk Pasal 1 angka 4 UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana:


Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.


Dengan rumusan ini, bencana sosial mencakup dua kemungkinan :


1. Konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas.


2. Peristiwa yang diakibatkan oleh tindakan manusia lainnya, termasuk teror dan kerusuhan akibat unjuk rasa.


Artinya, tidak semua bencana sosial harus ditafsirkan sebagai konflik sosial.


Definisi Konflik Sosial dalam UU No. 7 Tahun 2012


Untuk memperjelas, mari kita lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial :


Konflik sosial adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.


Dari definisi ini, terdapat beberapa unsur penting konflik sosial :


- Harus ada dua kelompok masyarakat atau lebih yang berhadap-hadapan.

- Terjadi perseteruan atau benturan fisik.


- Berlangsung dalam kurun waktu tertentu dan berdampak luas.


Mengapa Kasus Gedung DPRD NTB Bukan Konflik Sosial?


Jika kita mengacu pada peristiwa pembakaran Gedung DPRD NTB, fakta-faktanya menunjukkan :


1. Tidak ada dua kelompok masyarakat atau lebih yang berkonflik. Yang terjadi adalah unjuk rasa sekelompok massa terhadap pemerintah daerah, bukan pertentangan horizontal antarwarga.


2. Tidak ada perseteruan berkepanjangan. Peristiwa ini merupakan eskalasi sesaat dari demonstrasi, bukan konflik yang berlarut.


3. Bentuknya lebih tepat disebut crowd violence. Kerusuhan massa yang melakukan pembakaran adalah aksi anarkis dalam rangkaian demonstrasi, bukan konflik sosial dalam pengertian UU No. 7 Tahun 2012.


Dengan demikian, menyebut peristiwa ini sebagai konflik sosial jelas tidak sesuai regulasi.


Kualifikasi yang Tepat: Bencana Sosial Akibat Ulah Manusia


Oleh karena itu, kualifikasi yang tepat adalah bencana sosial akibat ulah manusia (human-induced disaster) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 24 Tahun 2007. Penetapan ini memberi landasan hukum yang kuat bagi Gubernur untuk menetapkan status Tanggap Darurat Bencana Sosial.


Dasar Regulasi Penetapan Status


1. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


Pasal 1 angka 4: definisi bencana sosial.


Pasal 50 ayat (1): status keadaan darurat bencana ditetapkan pemerintah daerah sesuai skala bencana.


2. PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk menetapkan status tanggap darurat.


Dengan dasar hukum ini, Gubernur NTB berwenang menetapkan peristiwa pembakaran Gedung DPRD NTB sebagai Bencana Sosial akibat ulah manusia, bukan konflik sosial.


Penutup


Peristiwa pembakaran Gedung DPRD NTB harus dipahami secara tepat dalam kerangka hukum bencana. Menggunakan istilah konflik sosial berisiko menimbulkan persepsi keliru seolah terjadi pertentangan horizontal antarwarga. Padahal, faktanya adalah aksi anarkis dari sekelompok orang dalam demonstrasi. Oleh karena itu, penetapan status Tanggap Darurat Bencana Sosial akibat ulah manusia merupakan langkah yang tepat, sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2007 dan UU No. 7 Tahun 2012.

Komentar0

Type above and press Enter to search.