Gpd8TfAlBUYoTfM6TUAlTUAlTA==

Blokade Poto Tano Jilid III Aspirasi yang Salah Jalan...?



Oleh: MUSAHAN 
(TIM HUKUM IKBP KAYANGAN)


Rencana aksi Kepung Poto Tano Jilid III yang dijadwalkan berlangsung pada 26–30 Mei 2025 kembali menyedot perhatian publik NTB. Aksi yang dimotori oleh sejumlah elemen masyarakat di Sumbawa Barat ini disebut sebagai upaya untuk menekan pemerintah pusat agar segera merealisasikan agenda pemekaran daerah.

Sebagai bagian dari masyarakat NTB yang mendukung keadilan pembangunan dan otonomi daerah, kami—Aliansi Aktivis Lombok Bersatu—menyampaikan dukungan terhadap semangat pemekaran, namun dengan tegas menolak metode blokade pelabuhan Poto Tano sebagai bentuk perjuangan.

Kajian Politik dan Hukum

Aksi blokade terhadap fasilitas publik seperti pelabuhan sejatinya bukan bagian dari praktik demokrasi yang sehat. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 memang memberikan ruang bagi warga untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tetapi secara eksplisit menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh mengganggu ketertiban umum, menghambat layanan publik, atau melanggar hukum lain yang berlaku.

Jika blokade terhadap pelabuhan benar terjadi, maka ada potensi pelanggaran hukum yang dapat menyeret para pelaku ke ranah pidana. Ironisnya, perjuangan yang dilandasi niat baik bisa berubah menjadi preseden buruk dan justru melemahkan posisi tawar perjuangan itu sendiri di mata pemerintah pusat.

Dampak Sosial dan Potensi Konflik Horizontal

Pelabuhan Poto Tano bukan hanya pintu gerbang bagi Sumbawa, tapi juga jalur utama bagi ribuan warga Lombok, Dompu, dan Bima yang bergantung pada arus barang dan jasa dari dan ke luar pulau. Blokade terhadap pelabuhan dapat memicu ketegangan antarwarga, memperbesar jurang prasangka sosial, bahkan berujung pada konflik horizontal antardaerah.

Alih-alih memperkuat persatuan NTB, langkah ini justru bisa mengoyak jalinan silaturahmi yang telah dibangun antarwilayah selama puluhan tahun.

Dampak Ekonomi: Siapa yang Paling Rugi?

Secara ekonomi, dampak blokade sangat nyata. Setiap hari, ratusan kendaraan logistik melintasi Pelabuhan Poto Tano. Gangguan terhadap aktivitas ini berarti:

Harga kebutuhan pokok melonjak di Lombok dan Sumbawa.

Produk hasil pertanian dan perikanan terhambat distribusinya.

UMKM, pedagang kecil, dan pelaku usaha lokal mengalami kerugian langsung.


Ironisnya, rakyat kecil yang justru menjadi korban utama dari aksi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat itu sendiri.

Solusi: Lawan dengan Gagasan, Bukan Gangguan

Aliansi Aktivis Lombok Bersatu percaya bahwa pemekaran wilayah adalah agenda strategis yang patut diperjuangkan melalui jalur konstitusional, kajian akademik, advokasi publik, dan diplomasi politik. Bukan melalui blokade yang merusak citra perjuangan, menyakiti rakyat, dan membuka peluang kriminalisasi.

Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat NTB untuk tetap bersatu, berpikir jernih, dan tidak terprovokasi. Mari kita tunjukkan bahwa NTB bisa dewasa dalam berdemokrasi dan kuat dalam memperjuangkan aspirasi, tanpa merusak tatanan sosial dan hukum yang ada.

Komentar0

Type above and press Enter to search.